Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Sabtu, 08 Mei 2010

Sekretariat DPRD Prioritaskan Photografer Komersil

Sabtu, 08 Mei 2010
KEBERADAAN Humas DPRD yang salah satu fungsinya mewadahi kepentingan pers sepertinya tidak berjalan optimal. Pada acara penting seperti peresmian dan pengambilan sumpah anggota DPRD yang berlangsung di ruang paripurna DPRD Sulteng (25/9) kemarin, wartawan yang sehari sebelumnya sudah mengantongi ID card dari Humas DPRD, malah dibuat bulan-bulanan oleh sejumlah staf Humas. Walau pada briefing sehari sebelumnya, Kasubag Humas Dra Rosmawati sempat memberikan rambu-rambu yang harus dipenuhi wartawan peliput. Karena terbatasnya tempat, maka ID card yang dikeluarkan panitia tak sampai 10 buah sesuai jumlah harian yang ada di kota Palu. Radar Sulteng mendapatkan dua ID card untuk wartawan tulis dan wartawan foto. Disepakati pula wartawan foto diberi jatah waktu 3 menit untuk dua kali kesempatan mengabadikan gambar, setelah itu keluar. Sedangkan wartawan tulis tetap berada di dalam ruangan merekam setiap peristiwa yang terjadi selama proses pengambilan sumpah. Alih-alih memberikan kesempatan meliput di dalam ruangan, staf Humas malah melarang wartawan untuk berada di dalam ruang paripurna. Tak terkecuali wartawan tulis. Setelah sempat adu argumen, wartawan diminta masuk melalui pintu utama dan mengambil tempat pojok kiri di dekat cek list tamu. Tak berselang lama muncul larangan agar wartawan tidak berada di area itu dan diminta keluar secepatnya.
Oleh Humas, beberapa wartawan diarahkan mengambil posisi disamping kiri ruang paripurna melalui pintu bagian selatan. Namun lagi-lagi wartawan dilarang masuk oleh aparat dengan alasan yang tidak jelas. Wartawan sempat beberapa kali keluar masuk di tempat yang sama. Namun setelah itu disuruh keluar lagi. Cara petugas pun agak kasar untuk tidak dikatakan kurang sopan.
ID card yang melekat di dada juga tidak bisa menolong. ‘’Wartawan gak boleh,’’ hardik salah satu petugas. Tak berselang lama, Rosmawati datang menawarkan aturan baru. ‘’Wartawan di luar dulu nanti dipersilakan baru dimasuk,’’ katanya. Tawaran ini diprotes karena tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Merasa dipermainkan dan karena posisi tawar yang lemah, wartawan pun memilih diam sambil mencari inisiatif untuk meliput sendiri-sendiri. Beberapa tamu undangan yang simpati, sempat menyarankan agar tidak usah meliput kalau diperlakukan seperti itu. ‘’Soal boikot itu bukan pilihan bijak. Kami juga punya kewajiban menyampaikan informasi penting ini kepada publik,’’ kata Radar Sulteng kepada tamu itu.
Tapi sikap tegas itu tidak berlaku bagi fotografer komersil yang memanfaatkan momentum seperti itu untuk kepentingannya. Mereka terlihat bebas mengambil posisi sesuai angle yang diinginkannya. Berjalan kesana kemari sambil memperlihatkan hasil jepretannya kepada pengorder. Walau terlihat agak kacau petugas maupun staf Humas tidak bisa berbuat banyak selain membiarkan mereka menjalankan aksinya. (yar)

0 komentar:

Posting Komentar